Tepat hari ini 75 tahun yang lalu, persidangan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang pertama tengah berlangsung di gedung “Chuo Sangi In” (saat ini Gedung Pancasila). Dalam sidang tersebut, pembahasan mengenai dasar negara Indonesia yang saat ini lebih kita kenal dengan Pancasila dipimpin oleh seorang lansia bernama Dr. KRT Radjiman Wediodiningrat. Untuk menghargai jasa Dr. KRT Radjiman Wediodiningrat yang memimpin sidang pertama BPUPKI dalam usia lanjut (66 tahun), Presiden Soeharto pada 29 Mei 1996 menetapkan 29 Mei sebagai peringatan Hari Lanjut Usia Nasional di Indonesia.

Indonesia akan menjadi negara dengan percepatan pertumbuhan lanjut usia yang sangat tinggi dalam kurun waktu 50 tahun kedepan, dan akan mengalami peningkatan usia harapan hidup dari usia 66,7 tahun menjadi usia 70,5 tahun. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan persentase lanjut usia yang mencapai 10% pada tahun 2020 yang membuat Indonesia masuk dalam kategori periode Ageing Population. Jumlah persentase penduduk lanjut usia di Indonesia berada pada angka 8,9% di tahun 2013, dan diprediksi akan bertambah hingga 21,4% di tahun 2050 dan 41% pada 2100 (Sumber data: Centre for Ageing Studies, Universitas Indonesia). Undang-Undang RI No.13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia menjelaskan bahwa yang dikategorikan sebagai lanjut usia adalah penduduk yang berusia 60 tahun ke atas. Dalam Undang-Undang tersebut juga diatur bahwa para lansia berhak mendapatkan pelayanan keagamaan, pelayanan kesehatan, kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum, kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum, perlindungan sosial, dan bantuan sosial. Pengembangan tentang studi kelanjutusiaan sebagai kajian ilmu Gerontologi telah dilakukan sejak tahun 1993 oleh Tri Budi W. Rahardjo melalui Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (UI) yang juga bekerjasama dengan Dinni Agustin melalui Jaringan Epidemiologi Nasional (JEN) dan Lembaga Demografi UI. Pada tahun 2010, Tri Budi dan kawan-kawan mendirikan Pusat Kajian Kelanjutusiaan (Centre for Ageing Studies) di Univeristas Indonesia. Hasil capaian dari pengembangan ilmu kelanjutusiaan ditandai dengan adanya kerja sama internasional dengan ACAP (Active Aging Consortium Asia Pacific) yang setiap tahun menyelenggarakan konferensi untuk bertukar pengalaman dan berbagi pengembangan mengenai ilmu gerontologi.

Implementasi mengenai pengembangan ilmu kelanjutusiaan dilakukan dalam bentuk kurikulum “Universitas Ramah Lansia” sebagai salah satu program Univeritas Respati Indonesia yang berupa pengembangan penelitian dan pengabdian masyarakat, serta Pusat Kajian Keluarga dan Kelanjutusiaan dengan nama Centre for Family and Ageing Studies (CeFAS). CeFAS berdiri pada tahun 2018 atas dukungan BKKBN dan Kementerian Sosial. Penerapan hasil studi dilakukan melalui program Active Ageing melalui kegiatan 7 Dimensi Lansia Tangguh (spiritual, emosional, intelektual, fisik, sosial, vokasional, dan lingkungan) yang diterapkan di 38.203 BKL (Bina Keluarga Lansia) di seluruh Indonesia serta menggerakkan generasi muda antara lain Yayasan Al-kautsar di Palu, Yayasan Indonesia Ramah Lansia di Yogyakarta dan Jawa Barat. Adapun bentuk kegiatan Universitas Ramah Lansia ialah dengan membuka kelas sekolah lansia di sekitar kampus, dimana saat ini jumlah peserta didik lansia telah mencapai 2.256 peserta dan yang telah berhasil mengikuti program dan diwisuda tercatat sebanyak 675 wisudawan.

Kurikulum yang diberikan dalam sekolah lansia ini memiliki tiga tahap yakni dasar, menengah dan praktek. Dari tiga tahap tersebut, para siswa lansia akan menyelesaikan lama pendidikan selama kurang lebih 20 bulan. Tahap pertama yakni dasar ditempuh selama 10 bulan dan mengajarkan materi tentang kesehatan, psikososial, spiritual, kebencanaan. Tahap menengah selama 8 bulan memberikan materi praktik dan entrepreneur, lalu jenjang terakhir yakni tahap praktik berjalan selama 2 bulan akan mengajarkan para lansia untuk terjun langsung ke masyarakat memberikan pembelajaran tentang materi yang selama ini telah diperoleh.

Di Yogyakarta, telah berdiri empat unit sekolah lansia masing-masing di Dusun Karet Pleret, Dusun Karangtalun Imogiri, Dusun Onggobayan Kasihan dan Dusun Klidon Ngaglik Sleman. Rencananya, Yayasan Indonesia Ramah Lansia akan membuka sekolah-sekolah lansia baru terutama di Kabupaten Kulonprogo dan Gunungkidul. Prof. Dr. drg. Tri Budi Raharjo, MS., yang juga merupakan Dewan Penasehat Yayasan Indonesia Ramah Lansia, mengatakan bahwa sekolah lansia ini merupakan pertama dan satu-satunya di Indonesia. Ia berharap akan ada sekolah-sekolah untuk lanjut usia lainnya, sehingga nantinya para lansia di Indonesia dapat mendapat pendidikan.

“Supaya sehat, aktif dan produktif, salah satunya dengan memberikan kesempatan lansia untuk belajar. Jadi lansia tetap dapat belajar apa saja yang mereka minati sampai kapanpun,” tegas Prof. Tri Budi W. Raharjo, Guru Besar Universitas Indonesia yang di usia 75 tahunnya ini masih terus mengabdi dan aktif mengembangkan ilmu kelanjutusiaan dan gerontologi di Indonesia.

Di masa pandemi seperti sekarang ini, semoga orang tua kita selalu senantiasa diberi kesehatan dan kecukupan.

Selamat Hari Lanjut Usia Nasional – (Sup.)

Hari Lanjut Usia Nasional: Sekolah dan Universitas Ramah Lansia.
Open chat
1
CS
Hallo, Butuh bantuan kami ?